Menurut Harjawiyana (2001: 17-19) undha-usuk basa dapat di pilah menjadi dua yaitu undha-usuk basa di jaman kejawen dan undha-usuk basa di jaman modern. Undha-usuk jaman kejawen yang dimaksud adalah jaman Keraton Surakarta dan Ngayogyakarta Hadiningrat, sekitar tahun 1900 Masehi. Sedangkan undha-usuk di jaman modern ditandai setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Undha-usuk bahasa Jawa di jaman kejawen mengenal enam tingkat tutur. Sedangkan undha-usuk di jaman modern mengenal dua tingkat tutur (Harjawiyana 2001:18). Tingkat tutur tersebut adalah: (1) Undha-usuk basa di jaman kejawen dibagi menjadi basa ngoko, basa madya, basa krama desa, basa krama, basa krama inggil dan basa kedhaton. (2) Undha-Usuk basa di jaman modern dibagi menjadi ngoko dan krama. ngoko dipilah menjadi ngoko lugu dan ngoko alus, sedangkan krama dipilah menjadi krama lugu dan krama alus.
Rabu, 05 Juli 2017
Undha Usuk Basa Jawa
Menurut Harjawiyana (2001: 17-19) undha-usuk basa dapat di pilah menjadi dua yaitu undha-usuk basa di jaman kejawen dan undha-usuk basa di jaman modern. Undha-usuk jaman kejawen yang dimaksud adalah jaman Keraton Surakarta dan Ngayogyakarta Hadiningrat, sekitar tahun 1900 Masehi. Sedangkan undha-usuk di jaman modern ditandai setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Undha-usuk bahasa Jawa di jaman kejawen mengenal enam tingkat tutur. Sedangkan undha-usuk di jaman modern mengenal dua tingkat tutur (Harjawiyana 2001:18). Tingkat tutur tersebut adalah: (1) Undha-usuk basa di jaman kejawen dibagi menjadi basa ngoko, basa madya, basa krama desa, basa krama, basa krama inggil dan basa kedhaton. (2) Undha-Usuk basa di jaman modern dibagi menjadi ngoko dan krama. ngoko dipilah menjadi ngoko lugu dan ngoko alus, sedangkan krama dipilah menjadi krama lugu dan krama alus.
Ngoko Alus
Dialog |
Ngoko alus
adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang dasarnya adalah ragam ngoko, namun juga menggunakan kosakata krama inggil, dan atau krama
andhap. Ngoko alus digunakan oleh
peserta tutur yang mempunyai hubungan akrab, tetapi diantara mereka ada usaha
untuk saling menghormati (Hardyanto dan Utami, 2001:47). Afiks yang digunakan
adalah afiks ngoko, kecuali awalan -kok, dan akhiran –mu. Awalan –kok dan
akhiran –mu diganti dengan kata panjenengan.
Harjawiyana dan
Supriya (2001:46-49) mengemukakan tentang konsep pembentukan ragam ngoko alus sebagai berikut. (1) Leksikon
ngoko untuk menghormati orang lain
diganti menjadi leksikon krama inggil
(apabila ada) kalau tidak ada maka tetap menggunakan leksikon ngoko tersebut. (2) Leksikon
ngoko yang berhubungan dengan diri
pribadi walaupun memiliki leksikon krama
inggil, tetap digunakan leksikon ngoko.
(tidak boleh menggunakan krama inggil
untuk diri pribadi). (3) Leksikon
ngoko yang berhubungan dengan hewan,
tumbuh-tumbuhan, walaupun memiliki kosakata krama
inggil, maka tetap digunakan ngoko.
Misalnya : ”Perkutut Panjenengan njaluk
ngombe” ’Perkututmu minta minum.’ Kalimat tersebut sudah benar, jangan
sampai justru diganti menjadi ”Perkutut
panjenengan nyuwun unjukan.” (4) Tidak digunakan leksikon krama, hanya krama inggil, krama
andhap atau ngoko saja. (5) Awalan,
sisipan, akhiran tetap menggunakan ngoko
kecuali awalan -kok, dan akhiran –mu. Awalan –kok dan akhiran –mu
diganti dengan kata panjenengan.
Ngoko Lugu
Permainan tradisional |
Ngoko Lugu adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang seluruh kalimatnya dibentuk dengan kosakata ngoko (termasuk kosakata netral). Afiksnya (awalan, akhiran) juga tetap menggunakan afiks ngoko. Ragam ini digunakan oleh peserta tutur yang mempunyai hubungan akrab dan tidak ada usaha untuk saling menghormati. Contoh kalimat dengan penggunaan ragam ngoko lugu. (1) Jaka mangan sate. (2) Iwan seneng ngrungokake radhiyo. (3) aku mangkat sekolah.
Krama Lugu
Siswa bersalaman dengan guru |
Krama Lugu
adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang seluruh kalimatnya dibentuk dengan kosakata krama,
afiknya juga menggunakan afiks krama. Krama lugu digunakan oleh peserta tutur yang belum atau tidak akrap
misalnya baru kenal. Kaidah pembentukan krama
lugu adalah sebagai berikut. (1) Leksikon
ngoko yang memiliki padanan dalam
leksikon krama, maka diubah menjadi
leksikon krama kecuali, yang tidak
memiliki leksikon krama, maka tetap
menggunakan leksikon ngoko. (2) Leksikon
ngoko yang berhubungan dengan diri
pribadi seandainya memiliki padanan dalam leksikon krama maka diubah menjadi krama. (4) Afiks
ngoko diubah menjadi krama, misalnya awalan di- diubah menjadi dipun-, awalan kok-
diubah menjadi sampeyan, ater-ater dak- diubah menjadi kula. (5) Leksikon
yang berhubungan dengan hewan, tumbuh-tumbuhan yang memiliki leksikon krama maka diubah menjadi krama. (Harjawiyana dan Supriya,2001: 46-49)
Krama Alus
Tata krama siswa kepada guru |
Ragam krama alus adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang semua
kosakatanya terdiri atas leksikon krama dan
dapat ditambah dengan leksikon krama
inggil atau krama andhap.
Meskipun begitu yang menjadi leksikon inti adalah leksikon yang berbentuk krama. Leksikon madya, dan ngoko tidak
pernah muncul di dalam tingkat tutur krama
alus (Sasangka, 2004: 111)
Harjawiyana dan
Supriya (2001: 98-101) menjelaskan tentang kaidah pembentukan ragam krama
alus, sebagai berikut. (1) Leksikon
ngoko yang memiliki padanan krama inggil maka diubah menjadi krama inggil kecuali yang berhubungan
dengan diri pribadi tetap menggunakan krama. (2) Apabila leksikon ngoko tidak memiliki padanan dalam leksikon krama inggil, tetapi hanya memiliki
padanan dalam leksikon krama, maka
diubah menjadi krama saja. (3) Apabila
leksikon ngoko tidak memiliki padanan
dalam leksikon krama inggil, maupun krama, tetapi hanya memiliki padanan
dalam leksikon ngoko maka diubah
menjadi ngoko. (4) Semua
afiks diubah menjadi krama. Misalnya di- menjadi dipun-, kok- menjadi panjenengan.
Akhiran –e diubah menjadi –ipun, -en menjadi panjenengan.
Model Penilaian Otentik Kompetensi Berbicara dan Menulis
Mengajar Materi Wayang |
Guru biasanya menggunakan tes tertulis (paper and pancil test) atau disebut dengan penilaian konvensional. Penilaian (paper and pancil test) hanya dapat mengukur kemampuan kognitif, sehingga perlu model penilaian alternatif yang disebut dengan penilaian otentik. Model penilaian otentik kompetensi berbahasa produktif yang dapat
diterapkan diantaranya adalah (1) penilaian unjuk kerja, (2) penilaian proyek,
(3) penilaian produk, dan (4) penilaian portofolio. Penilaian kompetensi berbicara
dan menulis merupakan penilaian yang menuntut peserta uji untuk berunjuk
bahasa. Dalam kompetensi berbicara dan menulis peserta didik harus berunjuk
kerja bahasa, praktik menggunakan bahasa target untuk menerapkan kompetensi
berbahasa dan pengetahuannya dalam sebuah tuturan. Jadi dalam kompetensi ini
peserta didik tidak hanya memilih, mengkreasi, dan mengonstruksi bahasa,
melaiankan juga memilih, mengkreasi dan mengonstruksi apa yang dituturkan lewat
bahasa. Keduanya harus seimbang, dalam arti sama-sama dikuasai, karena
sama-sama diperlukan demi berlangsungnya sebuah tuturan.
Apa Itu Basa Krama Desa ?
Belajar bahasa Jawa |
Krama desa adalah kosakata yang digunakan oleh masyarakat pedesaan
dikarenakan mereka tidak memahami tata bahasa yang benar. Krama desa memiliki ciri kata yang sebenarnya sudah merupakan
bentuk krama, tetapi dikramakan lagi (padahal sebenarnya hal
tersebut tidak tepat). Misalnya tiyang
sepuh menjadi tiyang sepah, jawah menjadi jawoh, dhuwit menjadi yatra, jeneng menjadi nami, kabeh menjadi sedanten, sepisan menjadi sepindhah, bali menjadi bangsul dan lain sebagainya.
Pentingnya Penggunaan Media Pembelajaran Dalam Pembelajaran Bahasa Jawa
Dalam proses belajar mengajar ada banyak faktor yang mempengaruhi tercapainaya tujuan pembelajaran diantaranya pendidik, peserta didik, lingkungan, metode/teknik serta media pembelajaran. Pada kenyataannnya, apa yang terjadi dalam pembelajaran seringkali terjadi proses pengajaran berjalan dan berlangsung tidak efektif. Banyak waktu, tenaga dan biaya yang terbuang sia-sia sedangkan tujuan belajar tidak dapat tercapai bahkan terjadi noises dalam komunikasi antara pengajar dan pelajar. Hal tersebut diatas masih sering dijumpai pada proses pembelajaran selama ini.
Dengan adanya media pembelajaran maka tradisi lisan dan tulisan dalam proses pembelajaran dapat diperkaya dengan berbagai media pembelajaran. Dengan tersedianya media pembelajaran, guru pendidik dapat menciptakan berbagai situasi kelas, menentukan metode yang akan dipakai dalam situasi yang berlainan dan menciptakan iklim yang emosional yang sehat diantara peserta didik. Bahkan alat/media pembelajaran ini selanjutnya dapat membantu guru membawa dunia luar ke dalam kelas.
Lebih lengkap tentang pentingnya penggunaan media pembelajaran dapat dilihat pada video di bawah ini
Video Pentingnya Penggunaan Media Pembelajaran dalam Penbelajaran
Unggah Ungguh Basa Jawa
Tata krama siswa pada guru |
Bahasa Jawa merupakan bahasa yang
mengenal adanya tingkat tutur atau undha-usuk
basa atau unggah-ungguh basa. Adanya
tingkat tutur dalam bahasa Jawa merupakan adat sopan santun berbahasa Jawa.
Adat sopan santun ini mencerminkan perilaku kebahasaan yang sebenarnya juga
tercermin dari perilaku masyarakat.
Tingkat tutur adalah variasi bahasa
yang perbedaan antara satu dan lainnya ditentukan oleh perbedaan sikap santun
yang ada pada diri pembicara (O1) terhadap lawan bicara (O2) (Poedjasoedarma,
1979:3).
Bahasa
bersifat dinamis. Artinya akan selalu berubah mengikuti perkembangan jaman. Hal
ini berlaku juga untuk bahasa Jawa. Pembagian undha-usuk yang sangat banyak tersebut akhirnya mengerucut hanya
menjadi dua yaitu ngoko dan krama. Ngoko dibagi menjadi dua yaitu ngoko
lugu dan ngoko alus, sedangkan krama dibagi
menjadi dua yaitu krama lugu dan krama alus. Undha-usuk inilah yang diajarkan di sekolah-sekolah jaman sekarang.
Jadi unggah ungguh basa Jawa yang diajarkan di sekolah adalah
(1) ngoko lugu
(2) ngoko alus
(3) krama lugu
(4) krama alus